Join The Community

Search

Senin, 20 Desember 2010

Sejarah Candlestick

Candlestick memulai cerita hidupnya sejak abad 17‐an di Jepang. Candlestick digunakan oleh seorang pedagang beras yang bernama Munehisa Honma, di mana Honma menggunakan candlestick untuk melihat le
psikologis pedagang beras dan meramakan prgerakan harga tersebut. Pada masa itu, Jepang masih dalam masa pemerintahan samurai atau shogun atau tuan tanah. Oleh karena itu, dunia militer sangat kuat mempengaruhi kehidupan masyarakat masa itu. Hal ini juga terlihat dalam penamaan pola – pola candlestick yang menyentuh hal – hal berbau militer. Sebut saja p
ola “Three White Soldiers” dan “Hammer”. Candlestick kemudian dipopulerkan oleh Steve Nison dalam bukunya yang berjudul “Japanese Candlestick Charting Techniques” pada 1990–an. Dan sejak itu, candlestick mulai banyak digunakan dan terkenal di seluruh
dunia. Sebelumnya, trader dari Barat lebih sering memakai bar chart sebagai bentuk harga dalam chart mereka. Namun penggunaan bar chart sedikit menyulitkan terutama bagi pemilik mata yang kurang dapat melihat dengan jelas (rabun). Karena candletsick lebih dominan menggunakan arna, maka candlestick lebih banyak disukai kebanyakan trader.

Kamis, 16 Desember 2010

Bank Dunia: Kesenjangan Kaya-Miskin Melebar Namun, penduduk di bawah garis kemiskinan turun dari 17,8 persen menjadi 13,3 persen.

Jum'at, 17 Desember 2010, 06:06 WIB
Arinto Tri Wibowo, Agus Dwi Darmawan
Ilustrasi program pengurangan kemiskinan. (VIVAnews/Tri Saputro)
BERITA TERKAIT

* Orang Miskin Paling Banyak di Pulau Jawa
* Boediono: 2012 Data Kemiskinan Harus Seragam
* Rp49,5 Triliun untuk Pengentasan Kemiskinan
* Bappenas: Angka Kemiskinan Turun 0,8%
* Bappenas: Warga Miskin Bisa Berkurang 2 Juta

VIVAnews - Bank Dunia merilis laporan triwulanan khusus untuk kondisi perekonomian di Indonesia. Meski tidak membahas secara mendalam tentang kemiskinan, laporan Bank Dunia menyebutkan bahwa kesenjangan antara kaya dan miskin cukup lebar.

Dalam laporan setebal 65 halaman itu dicontohkan tingkat kemiskinan antar provinsi memiliki kisaran yang cukup besar dari 37 persen di Papua hingga 3,5 persen di DKI Jakarta.

"Tanpa mencoba melakukan analisis yang mendalam, cukup menarik untuk membandingkan tren agregat ini. Sebagai contoh, kondisi perumahan perkotaan juga telah meningkat secara moderat," tulis laporan Bank Dunia.

Akses perkotaan dan perdesaan terhadap layanan sanitasi juga mengalami tren yang meningkat. Tetapi, bagian penduduk perkotaan yang memiliki akses terhadap pasokan air lewat pipa telah menurun.

Menurut Bank Dunia, akses terhadap layanan dasar juga sangat bervariasi sesuai kondisi geografi. Sesungguhnya, akses terhadap layanan dasar dan prasarana berhubungan dengan tingkat konsumsi rumah tangga, pendidikan, gender, serta pekerjaan.

Di antara angka-angka pokok tersebut, masih tetap dijumpai variasi tingkat kemiskinan. Sebagai contoh, tingkat kemiskinan per sektor kerja pada 2010 berkisar 19 persen bagi sektor pertanian hingga 1,4 persen untuk industri. Sedangkan sektor jasa mencapai 6,2 persen.

Sementara itu, Bank Dunia juga menyebutkan bahwa penduduk di bawah garis kemiskinan telah menunjukkan penurunan berkelanjutan sejak 2006, yakni dari 17,8 persen menjadi 13,3 persen. Jumlah kaum miskin telah turun menjadi 31 juta jiwa pada 2010.

Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) agregat dan konsumsi yang berkelanjutan pada periode ini turut berperan dalam menurunkan kemiskinan perkotaan maupun perdesaan.
• VIVAnews

Inno89 design. Diberdayakan oleh Blogger.